RUMOR akan dibukanya jalur pendakian Gunung Semeru pada Agustus nanti tentu menjadi angin segar bagi para pendaki. Walaupun info yang beredar nantinya pendaki hanya diizinkan sampai Ranu Kumbolo, setidaknya ini sudah bisa mengobati kerinduan. Seperti yang tertuang dalam lirik lagu Mahameru, Dewa 19.
…Mendaki melintas bukit
Berjalan letih menahan berat beban
Bertahan di dalam dingin
Berselimut kabut Ranu Kumbolo…
Bicara tentang Semeru, saya jadi teringat saat pertama kali mengunjunginya 11 tahun silam, tepatnya Juni 2013.
Baca juga: Pendakian Gunung Sindoro via Jalur Tambi/Sigedang
Keinginan untuk mendaki Gunung Semeru sudah diidam-idamkan sejak 2011. Ya, waktu itu beberapa anak Gaspala (alumni) naik ke Semeru. Saya yang masih bekerja di Kalimantan saat itu belum bisa bergabung karena memang belum waktunya cuti. Maka dari itu setelah cuti didapatkan, saya balas dendam dengan mengunjunginya.
Berawal dari searching di Facebook tentang ajakan naik bareng ke Semeru, lalu muncul unggahan dari salah satu pendaki perempuan asal Bogor, Rey panggilannya.
Kemudian beberapa orang mulai mendaftar lalu dibuatlah grup pendakian untuk menyiapkan segala sesuatunya sebelum hari H. Jumlah pastinya saya lupa, tapi sepertinya lebih dari 10 orang.
Termasuk menyiapkan persyaratan surat sehat. Waktu itu untuk naik ke Semeru harus menyertakan surat sehat meskipun saat itu belum ada Covid-19.
Saya yang masih menghabiskan masa kerja sebelum cuti terpaksa membuat surat sehat di Kalimantan. SOHC, Sangatta Occupational Health Center, saat ini menjadi Rumah Sakit Medika Sangatta.
Lalu mengirimkan surat sehat tersebut melalui kasa ekspedisi sekaligus sedikit cenderamata dan oleh-oleh khas Kalimantan untuk Rey (bohong).