Pendakian Gunung Sindoro via Jalur Tambi/Sigedang

Gunung Sindoro merupakan sebuah gunung volkano aktif yang terletak di 2 kabupaten yaitu Temanggung dan Wonosobo. Dengan ketinggian kurang lebih 3153 mdpl (meter di atas permukaan laut).

Sejak ajakan pendakian ke Gunung Sindoro diumumkan ke grup whatsapp dan beberapa kontak yang ada di hp, hingga h-1 tercatat 24 peserta dengan nama-nama berikut ini; Bagus, Fatih, Tono, Sidni, Samsul, Sulkhanudin, Abimanyu, Winda, Arum, Asri, Amel, Qonita, Luthfi, Gun, Zul, Okta, Dira, Riza, Rei, Yadi, Bilqis, Fiqi, Ahmad, dan saya sendiri.

Bacaan Lainnya

Pendakian ke Gunung Sindoro dapat ditempuh lewat beberapa jalur. Saya sendiri baru pernah mencoba jalur Kledung dan Tambi/Sigedang. Kebanyakan pendaki memang mengambil jalur yang umum, yaitu Kledung dibandingkan jalur yang lain.

Jalur pendakian melewati perkebunan teh. (Foto: Hari Satria)

Kali ini saya dan teman-teman mencoba lewat jalur Tambi. Normalnya dari basecamp sampai puncak menempuh waktu selama 6-7 jam perjalanan. Dan pernah saya buktikan sendiri di tahun 2010, hanya berdua dengan Eno (ketua Gsp saat itu).

Sebenarnya pendakian kali ini cukup membuat ragu-ragu, karena beberapa hari terakhir sebelum pendakian, cuaca di Kebumen sering hujan. Berdasarkan info BMKG juga menginformasikan bahwa cuaca ketika pendakian nanti kemungkinan hujan.

Ditambah saat itu kondisinya masih pandemi, namun dari semua peserta sudah mendapatkan izin. Tentunya tetap mengikuti aturan yang sudah ditetapkan baik saat di rumah, perjalanan, basecamp, dan gunung itu sendiri.

 

Hari H, Selasa 15 Desember 2020

Bangun tidur, sholat shubuh lalu menyempatkan bertanya di grup apakah sudah bangun semua, surat sehat jangan sampai tertinggal dan lain-lain. Lalu sibuk dengan persiapan pribadi.

Hujan dari semalam masih bertahan dan awan mendung terlihat merata, yang berarti perjalanan ke Wonosobo akan dilalui dengan berhujan ria. Janji berkumpul pukul 7.00 wib di rumah Samsul, akhirnya molor sampai satu jam. Saya sendiri berangkat ke rumah Samsul pukul 7.30 wib, karena menunggu hujan reda tapi nampaknya memang awet.

Sempat mampir beli nasi uduk di seberang SMP 5 untuk bekal makan siang di basecamp. Lalu lanjut ke rumah Samsul lewat Jalan Pahlawan, melewati Tugu Lawet, stadion, Desa Kawedusan, dan sampailah di Desa Kalijirek di mana rumah Samsul berada.

Sampai di rumah Samsul, sudah nampak beberapa anak (Samsul, Tono, Abi, Sulhan, Amel, Qonita, Luthfi) dan mereka masih sibuk packing sambil berhaha-hihi. Sisanya (Fatih, Gun, Okta, Dira, Zul, Riza, Rei, Yadi, Fiqi, Bilqis, Bagus) menunggu di pertigaan pasar Sruni. Tepatnya di sebuah minimarket.

Setelah lengkap, barulah kami -yang di rumah Samsul- memulai perjalanan. Transit sebentar di minimarket dekat pasar Sruni untuk bergabung dengan peserta lainnya. Di sini juga terjadi pertukaran peserta untuk memudahkan dalam berkendara.

Oya, ada 1 peserta (Ahmad) yang standby di area Waduk Wadaslintang. Karena rumah dia dekat waduk, yang membuatnya menjadi juragan ikan. Wadaslintang adalah waduk terbesar di Kebumen yang letaknya di perbatasan Kabupaten Kebumen dan Wonosobo.

Perjalanan darat menggunakan sepeda motor menempuh waktu selama kurang lebih 3 jam. Dari Pasar Sruni ke utara melewati Desa Sawangan, Wadaslintang, Kaliwiro, Wonosobo kota.

Memasuki kota Wonosobo, hujan mulai reda. Rombongan sempat terpisah menjadi beberapa bagian karena ada yang mampir di SPBU. Ada yang lanjut menuju basecamp, ada juga yang nyasar ke Basecamp Kledung dan Bansari.

Sampai akhirnya ditelpon oleh salah 1 peserta bahwa basecamp yang akan kita gunakan adalah Sigedang. Dan waktu menunggu pasukan nyasar kami gunakan untuk ishoma. Hingga pukul 12.30 wib yang ditunggu-tunggu datang juga. Diawali Zul yang sendirian nyasar ke Basecamp Kledung. Tidak lama kemudian Bagus dan Asri juga datang. Mungkin mereka nyasar karena terpana akan keindahan alam Kota Wonosobo yang indah, hingga tak sadar salah ambil jalan. So sweet…

Setelah semua anggota lengkap, segera laporan ke pihak basecamp untuk dimulai proses pengecekan barang bawaan. Pengecekan ini kaitannya dengan kesiapan pendaki, juga untuk memastikan sampah yang dihasilkan nanti saat turun apakah sesuai dengan yang dibawa atau tidak. Bila tidak sesuai, tentu ada sanksinya.

Proses pengecekan logistik memakan waktu cukup lama, sampai pukul 14.30 wib. Hingga kami memutuskan untuk sholat Ashar terlebih dahulu kemudian start pendakian. Untuk tiap pendaki dikenai biaya Rp 25.000 ( tiket pendakian dan biaya fasilitas basecamp).

 

Memulai perjalanan dari basecamp kami gunakan jasa ojek pick up/mobil bak terbuka dengan tarif Rp 20.000 per orang (kapasitas angkut 12 orang) untuk sampai di pos 2 ( kebun teh sisi atas menjelang batas hutan).

Worth it dengan jarak yang lumayan jauh dan rute yang dilaluinya berupa jalan berbatu menembus kebun teh. Yang bila melakukannya dengan berjalan kaki bisa memakan waktu 2 jam. Maka keputusan memakai jasa ojek cukup efektif untuk menghemat tenaga juga mengingat waktu yg sudah sore.

Karena sore itu hanya ada 1 mobil, maka dibuat 2 kloter. Saya sendiri memilih kloter ke-2 karena belum sholat Ashar. Jadi saya manfaatkan waktu menunggu jemputan dengan sholat dan lain-lain. Hampir 40 menit waktu tunggunya. Sedangkan peserta kloter 1 sholat Ashar setelah sampai di pos 2 ( ada bak air di sini).

Zidni, Tono, Fiqi, dan Bagus di Pos 2 Jalur Tambi/Sigedang.

Sambil menunggu jemputan, saya teringat tentang pendakian yang pernah dilalui bersama anak-anak Gaspala di tahun 2010 lalu dengan jalur yg sama. Hanya beda titik start (bergeser 200 meter dengan yang sekarang) karena jaman dulu memang belum ada basecamp, jadi numpang di pondok milik petani teh di dekat tower seluler.

Hingga mobil jemputan datang, lalu saya yang ikut kloter ke-2 berangkat. Kurang lebih pukul 16.00 wib kami semua telah sampai di pos 2. Tidak berlama-lama, langsung berdoa untuk mengawali perjalanan. Saya sendiri ambil posisi leader, lalu diikuti anggota cewek dan posisi sweaper diisi Ahmad juragan ikan.

Perjalanan sore itu ditemani rintik hujan gerimis, membuat kami harus menggunakan mantol/jas hujan, sama persis dengan pendakian 2010. Medan yang kami lalui masih berupa perkebunan teh, hanya menyisakan 3 petak. Lalu setelahnya masuk hutan dengan ditandai tugu cor.

Beberapa kali kami berhenti untuk sekedar mengatur nafas dan segera lanjut, mengingat waktu sudah makin sore dengan target di camp area (atas pos 3) sebelum gelap. Normalnya waktu tempuh untuk sampai camp area +-2 jam dari pos 2.

Namun sore itu kami lebih dari 2 jam, karena beberapa di antara kami terbilang baru kali ini naik gunung, jadi masih penyesuaian dan berjalan agak pelan. Tak terasa adzan Magrib sayup-sayup terdengar, maka kami berhenti sejenak, sambil mengeluarkan senter/ alat penerangan karena kondisi telah berubah menjadi gelap.

Tenda rombongan kami di Pos 3 / camp area. (Foto: Hari Satria)

Dengan kondisi yang sudah mulai drop (efek dari rumah hujan-hujanan), ditambah petang itu hujan mulai turun lagi, maka sempat saya perintahkan ke peserta lain bila menemukan lokasi yang luas untuk ngecamp, maka kita istirahat di situ. Juga bagi yang membawa tenda di ranselnya agar berjalan ke arah depan mendahului rombongan untuk lebih dulu mencari lokasi yang pas. Ternyata tidak lama setelahnya kami memang sampai di camp area. Alhamdulillah sekali.

Segera berbagi tugas dan semuanya harus bergerak. Karena dengan kondisi gerimis dan angin yang bertiup, sangat berpotensi membuat hypothermia. Maka dari itu semua anggota harus bergerak, bahu membahu mendirikan tenda/shelter.

Saya sendiri malam itu membantu mendirikan tenda milik Ahmad dan Fiqi. Hingga semua tenda telah berdiri, baru kemudian saya mulai mendirikan shelter/tenda milik sendiri.

Lalu segera mengecek ke semua anggota, memastikan berganti pakaian. Karena pakaian yang tadi telah basah walau sudah menggunakan mantol/jas hujan. Maka harus ganti dengan yang kering. Kemudian mulai memanaskan air serta memasak untuk makan malam.

Malam itu kami tutup dengan makan malam di masing-masing tenda. Total ada 10 tenda di camp area tersebut, dan semuanya adalah rombongan kami.

Pos terkait