Oleh: Sigit Tri Prabowo*
GOMBONG adalah kota kecamatan di Kabupaten Kebumen yang memiliki karakter khusus. Hal ini telah menjadi satu hal yang dibicarakan, dipahami dan diamini dari satu generasi ke generasi. Bahkan perbedaan ini mungkin sudah muncul sebelum Kabupaten Kebumen modern terbentuk usai Perang Diponegoro (1825-1830).
“Gombong berbeda dengan wilayah Kebumen lainnya” menjadi sebuah pernyataan yang diakui oleh orang Gombong maupun di luar Gombong, dari tataran obrolan warung kopi hingga kasak-kusuk para politisi.
Di tahun-tahun politik, Gombong yang berbeda sering diangkat sebagai isu seksi untuk menggaet kuping dan perhatian publik. Bukan sekali dua kali muncul lontaran bahwa Gombong lebih baik ‘berpisah’ dari Kebumen. Ada berbagai argumen yang dimunculkan, mulai dari efektivitas tata kelola wilayah, pemberantasan kemiskinan hingga yang agak subyektif: Gombong dianaktirikan.
Lepas dari berbagai alasan yang mendasari munculnya isu pemekaran, perlu juga dipahami apakah Gombong memang wilayah dengan karakter yang begitu berbeda dengan wilayah lain di Kebumen? Jika ya, seperti apa perbedaannya? Mengapa berbeda? Bagaimana menyikapi perbedaan itu?
Berbeda dari Awal
Karakter Gombong yang unik tak dapat lepas dari proses terbentuknya kota kecamatan ini. Tak jelas, kapan Gombong sebagai sebuah wilayah terbentuk. Berbagai dokumentasi Perang Diponegoro dapat menjadi salah satu rujukan pelacakan.
Dokumentasi perang De Java Oorlog maupun Babad Diponegoro tidak menyebut soal Gombong. Daerah yang disebut-sebut justru wilayah sekitar Gombong yang saat ini berstatus desa bahkan dusun. Sebutlah Jatinegara, Roma Kamal, Brangkal hingga Kemit. Tentu ini tidak berarti Gombong belum ada, tapi kalau pun sudah ada tampaknya baru nama sebuah wilayah yang tak begitu berarti.