Quarter-Life Crisis: Bukan Drama, Tapi Krisis Identitas yang Nyata

Image by Jabejon from Getty Images Signature

PERNAH merasa kehilangan arah di usia 20-an? Tiba-tiba mempertanyakan semua pilihan hidup—dari karier, hubungan, hingga siapa dirimu sebenarnya? Kalau ya, selamat datang di fase quarter-life crisis—krisis seperempat abad yang makin banyak dialami anak muda zaman sekarang.

Berbeda dari kesan dramatis yang sering muncul di film atau media sosial, quarter-life crisis bukan soal “lebay” atau “kurang bersyukur.” Ini adalah periode transisi yang menantang, ketika seseorang mulai meragukan identitas diri, tujuan hidup, dan pencapaian, di tengah tekanan sosial dan ekspektasi pribadi.

Menurut riset The Guardian dan laporan dari LinkedIn, lebih dari 70% anak muda usia 25-33 tahun pernah mengalami quarter-life crisis. Umumnya ditandai dengan:

  • Rasa cemas dan tidak puas terhadap pekerjaan meskipun kelihatannya baik-baik saja.
  • Bingung antara mengejar passion atau kestabilan finansial.
  • Merasa tertinggal karena membandingkan hidup dengan orang lain di media sosial.
  • Terjebak dalam rutinitas tanpa makna.

Krisis ini makin relevan di era digital, di mana kamu bisa dengan mudah melihat kesuksesan orang lain—yang seringkali hanya potongan terbaik hidup mereka. Di sisi lain, kamu merasa tidak cukup, meski sudah berjuang sekuat tenaga.

Solusinya? Tenang. Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) Raja Polah pafirajapolah.org menyebutkan bahwa fase ini bisa dilewati, bahkan bisa menjadi titik balik hidup. Cobalah luangkan waktu untuk journaling, berbicara dengan mentor, atau konselor profesional. Tidak apa-apa jika kamu belum tahu semua jawaban sekarang. Yang penting adalah tetap bergerak dan terus mengeksplorasi.

Beberapa Cara Ffektif untuk Menghadapinya:

1. Jangan Panik! Ini Fase yang Wajar

Sadari dulu kalau quarter-life crisis itu bukan penyakit aneh. Banyak kok teman-teman usia 20-an yang juga lagi ngerasain hal serupa. Merasa bingung, mempertanyakan pilihan hidup, atau khawatir soal masa depan itu wajar banget di usia transisi ini. Jadi, tarik napas dulu, jangan langsung merasa “aku paling gagal sedunia”.

2. Refleksi Diri, Bukan Menyalahkan Diri

Coba deh luangkan waktu buat mikir, sebenernya apa sih yang lagi bikin nggak nyaman? Apakah soal karier yang nggak sesuai passion, hubungan yang gitu-gitu aja, atau mungkin ekspektasi diri sendiri yang terlalu tinggi? Jangan langsung nyalahin diri sendiri ya, tapi lebih ke mencari akar masalahnya.

3. Ngobrol Santai Sama Orang Terpercaya

Curhat ke teman deket, atau bahkan keluarga bisa bantu banget lho. Kadang, cuma dengan ngomongin apa yang kita rasain, beban di pikiran tuh jadi lebih ringan. Siapa tahu, mereka juga pernah ngerasain hal yang sama dan punya insight yang berguna.

4. Eksplorasi Itu Penting!

Ini saatnya buat nyobain hal-hal baru yang mungkin dulu belum sempat. Ikut workshop yang menarik, coba hobi baru, atau bahkan volunteering. Siapa tahu, dari eksplorasi ini kita nemuin passion atau skill baru yang bisa jadi arah hidup ke depannya. Anggap aja ini lagi “nyari-nyari” jati diri yang lebih mateng.

5. Jangan Bandingkan Diri Sama Orang Lain di Sosmed

Ini nih jebakan banget! Liat feed teman-teman yang kayaknya udah sukses dan bahagia bisa bikin kita insecure. Ingat ya, sosmed itu cuma highlight kehidupan orang. Setiap orang punya timeline sendiri, dan kesuksesan itu definisinya beda-beda buat tiap orang. Fokus aja sama progress diri sendiri.

6. Bikin Tujuan Kecil yang Realistis

Jangan langsung mikir tujuan hidup yang muluk-muluk. Coba deh bikin target-target kecil yang bisa dicapai dalam waktu dekat. Misalnya, bulan ini mau fokus belajar skill baru, atau rutin olahraga tiga kali seminggu. Dengan mencapai target-target kecil ini, kita jadi lebih termotivasi dan punya rasa pencapaian.

7. Jaga Kesehatan Mental dan Fisik

Ini fondasi penting biar kita bisa menghadapi quarter-life crisis dengan lebih kuat. Sempetin olahraga, makan makanan bergizi, dan istirahat yang cukup. Kalau pikiran lagi berat, jangan ragu buat cari kegiatan yang bikin rileks, misalnya dengerin musik, jalan-jalan di alam Kebumen yang indah, atau sekadar ngobrol sambil ngopi di angkringan favorit.

8. Ingat, Ini Bukan Akhir Segalanya

Quarter-life crisis itu cuma satu fase dalam hidup. Nggak selamanya kita akan merasa seperti ini. Justru, fase ini bisa jadi kesempatan buat kita tumbuh dan menemukan arah hidup yang lebih sesuai dengan diri kita yang sekarang. Jadi, nikmati aja prosesnya, sambil terus berusaha jadi versi terbaik diri kita.

Setiap orang punya waktunya masing-masing. Jangan biarkan quarter-life crisis mengaburkan potensi terbaikmu. Intinya, hadapi quarter-life crisis ini dengan lebih santai tapi tetap mindful. Jangan terlalu keras sama diri sendiri, dan ingat kalau kita nggak sendirian. Semangat terus ya!

Disclaimer: Artikel ini disusun sebagai informasi umum. Jika kamu merasa gejala quarter-life crisis mengganggu keseharian secara signifikan, jangan ragu untuk menghubungi psikolog atau tenaga profesional kesehatan mental.

Update Lainnya