Tragedi Muzdalifah dalam Pandangan Etika Bisnis

Tragedi Muzdalifah
Para jamaah haji menunggu diangkut dari Muzdalifah. (Foto: Joko Purnomo)

Oleh: Joko Purnomo

KITA tentunya sangat bersyukur kepada Allah SWT ketika tahun 2023 pemerintah Arab Saudi kembali membuka penyelenggaraan haji secara normal. Kebijakan ini direspon oleh semua negara dengan mengirimkan jamaah hajinya secara maksimal.

Bacaan Lainnya

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama juga langsung tancap gas semaksimal mungkin untuk mengirimkan jamaah hajinya seperti tahun-tahun sebelum Covid-19.  Alhamdulillah Indonesia kembali mendapatkan kuota maksimal yakni 221.000 jamaah.

Tetapi di balik kembali normalnya penyelenggaraan haji tahun 2023, ada ketidaksiapan penyelenggara haji di Saudi Arabia dalam hal ini perusahaan/masyariq yang ditunjuk dalam peyelenggaraan haji khususnya diprosesi puncak haji yaitu Armuzna (Arofah Muzdalifah Mina).

Baca Juga: 38 Lokasi Sholat Idul Adha Muhammadiyah 28 Juni 2023 di Kebumen

Ada pelanggaran dalam etika bisnis yang dilakukan perusahaan-perusahaan yang menang tender atau terpilih dalam penyelengaraan haji di Armuzna ini.

Awal Permasalahan

Menurut pengamatan dan informasi yang kami dapatkan, permasalahan dimulai saat adanya kebijakan dari pihak Saudi dalam pengurusan Armuzna yang semula dikelola oleh Muasasah Asia Tenggara ke pihak “terpilih” yang notabene belum teruji dalam menangani jamaah saat Armuzna. Jadi, kejadian crowdednya pelaksanaan haji di Saudi tidak terkait dengan Kemenag RI. Karena yang memilih Mashariq untuk urus jamaah haji reguler bukan di tangan Kementerian Haji Indonesia.

Pos terkait