Cerita Pendek: Rekayasa Fantasi

Oleh Ramli Lahaping

SEBUAH nomor kontak Whatsapp dengan foto profil seorang lelaki, mengirimkan sebuah pesan: Hai, kamu sedang apa?

Bacaan Lainnya

Gita lalu membacanya dengan perasaan berbunga-bunga. Ia pun membalas: Aku lagi siap-siap bobok.

Dengan cepat, sang pengirim menimpali: Kalau begitu, tidurlah. Semoga mimpi indah. Sampai ketemu besok, ya.

Perasaan Gita jadi hangat membaca pesan itu: Baiklah. Sampai jumpa besok.

Sesaat kemudian, seseorang di balik nomor Whatsapp itu mengirimkan pesan pemungkas: Aku mencintaimu, Cantik!

Sontak saja, Gita kegirangan mendapatkan ucapan manis itu. Tetapi ia memilih untuk tidak membalasnya. Ia bermaksud menundanya demi kenyataan cinta yang ia harapkan.

Obrolan pun berakhir.

Dengan perasaan bahagia yang masih juga menggila, Gita lalu menatap penunjuk waktu di layar ponselnya. Sudah hampir jam 12 malam. Demi tidur yang tenang dan tanpa gangguan, ia pun mengheningkan suara ponselnya yang ia pakai untuk menerima pesan, juga mengheningkan suara ponselnya yang ia pakai untuk mengirimkan pesan. Setelah itu, ia lantas menyelubungi tubuhnya dengan selimut, kemudian menutup matanya untuk jatuh ke dalam lelap, sembari berharap mendapatkan mimpi yang indah bersama lelaki pujaannya.

Begitulah kebiasaan Gita kalau cinta dan rindunya sedang menggunung. Ia tidak akan bisa tertidur lelap sebelum berbagi pesan manja dengan sebuah kontak yang mencantumkan nama dan foto lelaki idamannya di tampilan profil. Tetapi senyatanya, ia hanyalah seorang pengagum rahasia yang sekadar bisa mengkhayalkan dan memimpikan keadaan tersebut. Karena itu, untuk membuatnya menjadi nyata, ia melakukan rekayasa atas dasar fantasinya. Ia membuat akun Whatsapp dengan identitas sang lelaki idaman pada sebuah ponselnya, kemudian menggunakan sebuah ponselnya yang lain untuk menanggapi pesan karangannya sendiri.

Siasat pemuasan fantasinya itu, sudah berlangsung hampir dua bulan. Ia memulainya sejak ia tak bisa lagi meredam kesenangannya kepada sang lelaki bernama Gio itu. Ia melakukannya sebagai peluruhan kata hatinya, sebab ia tak punya keberanian untuk mengungkapkanya secara langsung. Itu terjadi karena ia merasa terlalu buruk untuk Gio yang ia pandang sempurna. Ia merasa tidak percaya diri.

Kekaguman memang telah membuat Gita tergila-gila kepada Gio. Perasaannya itu bermula sejak ia pertama kali melihat Gio di kampus, di sebuah sekretariat organisasi penulisan ilmiah, saat bulan pertama ia menjadi mahasiswa. Kala itu, ada gelaran perkenalan organisasi kemahasiswaan intrakampus kepada para mahasiswa baru sebagai dasar mereka untuk memilih organisasi yang ingin mereka geluti. Sebagaimana mahasiswa baru yang lain, Gita pun mengunjungi semua sekretariat organisasi. Sampai akhirnya, ia menandangi sekretariat organisasi yang digawangi Gio sebagai pengurus yang bertugas untuk melayani pengunjung.

Seketika pula, hatinya jatuh kepada Gio yang meladeninya dengan sangat ramah. Ia merasa kalau Gio adalah perwujudan sosok yang selama ini ia idam-idamkan. Ia menilai Gio sebagai sosok yang tampan, cerdas, dan humoris, sebagaimana tokoh idolanya di dalam film ataupun novel romantis favoritnya. Dan sejak saat itu, ia tak bisa menghapuskan bayang-bayang Gio dari dalam benaknya.

Demi memuaskan nafsu kekagumannya kepada Gio, Gita akhirnya memilih bergabung menjadi pengurus organisasi penulisan tersebut. Dengan begitu, ia jadi punya dasar yang pantas untuk bertemu dan mengobrol dengan sang pujaan yang menjabat sebagai sekretaris organisasi. Karena itu, setiap kali Gio berada di sekretariat, ia pun akan betah berada di situ, entah untuk sekadar memandanginya, atau bahkan bercakap-cakap dan berbagi candaan.

***

Waktu demi waktu, Gita pun makin menyenangi Gio. Ia makin gandrung berada di dekat Gio yang sungguh membuatnya merasa nyaman. Setiap kali ia bertanya tentang persoalan organisasi atau perkara penulisan, Gio akan meladeninya dengan antusias. Bahkan tak jarang, ketika ia sedang diam saja, Gio melontarkan lelucon yang mampu membuatnya tertawa. Tetapi tentu, ia tak merasa itu berarti Gio memiliki perasaan yang membalas perasaanya. Ia sekadar meyakini kalau Gio adalah seorang senior yang mengakrabi para junior, termasuk dirinya. Apalagi, ia menyaksikan sendiri kalau perangai Gio yang ramah dan perhatian, juga berlaku terhadap teman-tamannya yang lain.

Tetapi sayang. Bagi Gita, waktu kebersamaan mereka sangatlah singkat. Itu hanya terjadi di lingkungan kampus, atau sesekali di tempat tertentu untuk urusan organisasi. Di luar perkara itu, ia tak punya alasan lagi untuk berada di dekat Gio. Karena itulah, setiap kali berada di kamar kos-kosannya, Gita akan dirundung kegundahan sebab ia tidak lagi berkomunikasi dengan Gio. Paling, ia hanya akan mendapatkan pesan singkat Gio terkait agenda organisasi, yang juga tertuju kepada pengurus lain, yang tak patut menjadi dasar untuk memancing obrolan personal.

Pos terkait