

Di era tahun 80-an wayang Menak di daerah Urut Sewu berkembang pesat dan dipentaskan hampir menyamai perkembangan wayang kulit namun meredup sesudah era Ki Sindhu Jotaryono.
Pada tahun 2009-2018 penulis berjuang mementaskan wayang golek Menak di hampir 40 negara di luar negeri hanya saja mengambil cerita legenda dan cerita rakyat dalam durasi pendek.
Wayang Golek Menak Kebumen dibuat dari bahan kayu Jaranan. Kayu ini biasanya hanya digunakan sebagai kayu bakar dan hanya tumbuh di dekat sumber mata air atau sungai. Selain itu juga bisa dibuat dari kayu lengon laut dan albasia tapi utamanya menggunakan kayu jaranan.

Wayang Golek Menak Kebumen meskipun bersumber dari serat menak, tapi cerita yang berkembang banyak sekali perbedaan pengembangan baik dari isi sanggit, alur, begitu juga iringannya. Wayang golek menak Kebumen sangat khas, berbeda dengan gaya Jogja maupun gaya Solo. Di setiap adegan memiliki iringan yang berbedadan khas dengan notasi yang unik baik kedatanan adegan perang adegan Putri adegan sedih memiliki iringan khas yang tidak ditemukan oleh daerah lain.
Baca Juga: Basuki Hendro Prayitno, Maestro Sadar Literasi
Dari segi selokan gerak sabet Wondo Dedek wayang golek Menak Kebumen berbeda dengan wayang golek dari daerah lain. Dalam Wayang Golek menak Kebumen bahkan menciptakan tiga tokoh Punakawan lokal dengan dialek lokal. Untuk mempermudah akulturasi cerita serat Menak yang notabene berlatar belakang dari Persia atau Amir Hamzah tanpa menghilangkan unsur kearifan lokal atau Jawa atau kebumenan yaitu membuat tokoh Punakawan Ciwang Cah Kupluk dan Jemuah Wage Punakawan tokoh protagonis yang berasal dari kata bareng siji diewer-eweng atau barang satu yang dibawa-bawa (Sunarto Sindhu 1986).
Atau sesuatu yang selalu ada untuk menyempurnakan manusia atau kemanusiaan tutur Sutaryono yang mewakili tentang prinsip kepercayaan atau Ketuhanan yang dimiliki masyarakat Jawa.
News & Inspiring