Alun-alun Milik Siapa?

Alun-alun Pancasila Kebumen
Alun-alun Kebumen. (Foto: Hari Satria)

Oleh Sigit Tri Prabowo

Beberapa hari lalu saya berkeliling Yogyakarta ditemani oleh Alex Pracaya, desainer grafis senior yang banyak mengangkat budaya lokal. Peta Yogyakarta yang banyak dipakai saat ini merupakan karyanya. Sebuah peta ilustratif yang dipersembahkan cuma-cuma bagi tanah kelahirannya.

Bacaan Lainnya

Tujuan kami adalah Angkringan Pak Hardjo, tak jauh dari plengkung Jalan Ibu Ruswo. Ketika melewati Alun-alun Utara keraton, tatapan saya langsung tertuju pada pagar besi yang mengelilingi alun-alun. Aneh rasanya. Dalam ingatan saya, alun-alun keraton identik dengan keriuhan sekaten, grebeg dan segala kebisingan lautan manusia. Tiba-tiba sekarang menjadi tanah lapang luas yang indah, terawat namun sepi.

Baca Juga: Sejarah Beringin Tunggal Alun-alun Kebumen

Ketika saya tanyakan kepada Pak Alex, apa pendapatnya, jawabnya, “Jika saya jadi pemilik rumah dan halaman rumah saya untuk jag-jagan (bertingkah polah seenaknya), tentu saya tidak akan rela”.

Berlanjut dia berkisah bagaimana tata kelola alun-alun kraton masa lalu begitu semrawut. Deretan warung, parkir bus dadakan belum lagi stan pasar malam yang mengecor tiang pancang di alun-alun. Pastilah siapa pun akan merasa sayang jika wajah depan kraton tampak kumuh dan berantakan.

***

Sambil menyeruput wedang tape di sudut angkringan, saya teringat pada Kebumen, pada alun-alunnya yang hari-hari ini riuh rendah dibahas publik. Warung kopi, sudut kantor hingga beranda media sosial penuh dengan silang pendapat. Topiknya adalah langkah pemerintah kabupaten yang melakukan pembenahan besar-besaran terhadap Alun-alun Kebumen atau sekarang banyak disebut sebagai Alun-alun Pancasila.

Bagi mereka yang tak setuju, pembenahan itu dianggap penghamburan anggaran karena sebenarnya belum diperlukan. Ada pula yang merasa bahwa perubahan ini menghilangkan berbagai jejak masa lalu kota. Bahkan ada yang sudah mengkritisi kualitas bangunan dan sistem aliran air, sekalipun pekerjaan belum selesai. Belum lagi sorotan bahwa pembangunan hanya terpusat di kota sehingga ditengarai terjadi pengabaian terhadap kondisi pedesaan.

Pos terkait