ALIAN (KebumenUpdate.com) – Memasuki musim hujan ini Supriyati (49) warga rumah Desa Krakal RT 01 RW 02 Kecamatan Alian, Kebumen merasa khawatir. Bagaimana tidak, rumahnya dipastikan akan bocor saat hujan turun. Dia juga takut saat angin kencang gubuk miliknya ambruk.
Ya, di rumah semi permanen berbahan kayu dan bambu ini, Supriyati bertahan hidup bersama enam anaknya yang masih kecil. Saat masuk ke dalam rumah, kondisinya cukup memprihatinkan. Rumah berukuran 4×6 meter ini berlantai tanah. Tak terlihat meja dan kursi, hanya ada dipan dari bambu tanpa kasur yang digunakan untuk beristirahat.
Beralih ke dapur, dinding dan atap terbuat dari terpal plastic dan genteng yang pecah. Tak ada kompor gas, hanya sebuah tungku kecil dan ranting pohon sebagai bahan bakar untuk memasak. Bahkan untuk keperluan mandi cuci dan kakus (MCK) Supriyati dan anak-anaknya harus menumpang di tempat tetangga.
Selama bertahun-tahun, gubuk reot yang nyaris ambruk itu hanya dibiarkan tanpa diperbaiki. Ketiadaan biaya menjadikan perempuan itu tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan untuk menghindarkan hal-hal yang membahayakan keselamatan anak anaknya, dia memindahkan tempat tidur ke dapur.
“Kalo lagi turun hujan sering bocor dan air masuk ke rumah. Tapi mau gimana lagi wong adanya kaya gitu,”ucap Supriyati saat ditemui di rumahnya, Selasa 24 Desember 2019.
Keinginan yang terpendam Supriyati ingin rumahnya diperbaiki. Dia benar-benar khawatir rumah miliknya ambruk, karena rangka kayu penyangga atap sudah patah. Sayangnya sampai saat ini, keinginan untuk tinggal di rumah yang layak huni masih sebatas mimpi.
Baca Juga: Banyak Program, Kemiskinan di Kebumen Masih Tinggi. Ternyata Ini Persoalannya
“Untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah, saya banting tulang sendiri karena bapak anak-anak sudah meninggal,” ujarnya.
Menurut Kepala Desa Krakal Agus Parwidi, sebenarnya pihaknya sudah menawarkan bantuan tiga kali. Tetapi karna keterbatasan biaya, Supriyati selalu menolak. Bantuan bedah rumah dari program pemerintah desa sifatnya hanya membantu, sisanya ditanggung oleh penerimanya.
“Untuk itu kami berharap, apabila ada bantuan untuk bedah rumah dari donatur lainya, kami juga siap untuk turut membantunya,”jelas Agus Parwidi.
Supriyadi adalah salah satu potret kemiskinan di Kebumen. Kemiskinan menjadi persoalan serius di kabupaten berslogan Beriman ini. Apalagi 2019, Kebumen dinyatakan sebagai kabupaten termiskin se-Jateng.
Berdasarkan prosentase penduduk miskin kabupaten/kota se-Jateng 2019 dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kebumen memiliki angka kemiskinan tertinggi yakni 16,82 %. Sedangkan indeks kemiskinan terendah dimiliki oleh Kota Semarang dengan prosentase 3,98 %.
Kepala Dinas Sosial dan Pengendalian Penduduk Kebumen, Budi Satrio mengatakan warga masuk kategori miskin dengan penghasilan per bulan kurang dari Rp 363.000. Padahal upah minimum kabupaten/kota (UMK) Kebumen 2020 sebesar Rp 1.835.000.
“Dikatakan masuk dalam kategori miskin ini karena pendapatan per bulan kurang dari Rp 363.000,” kata Budi Satrio. (ndo)
News & Inspiring