Lima Tradisi Unik Masyarakat Kebumen Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW

Maulid Nabi
Ratusan peternak di Desa Entak Kecamatan Ambal, membawa ternak mereka ke pantai dalam tradisi bernama Gebyag Cah Angon. (Foto: Dok. SM)

MASYARAKAT Kabupaten Kebumen memiliki keanekaragaman tradisi dan budaya yang masih bertahan hingga saat ini. Pada perayaan maulid Nabi Muhammad SAW misalnya.

Sejumlah desa baik yang ada di pesisir hingga yang tinggal di daerah perbukitan memiliki ekspresi kegamaan yang berbeda dalam merayakan hari lahir Nabi Muhammad SAW.

Bacaan Lainnya

Berikut lima tradisi unik masyarakat Kebumen dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

  1. Tradisi Bongkohan di Puring dan Petahanan
Maulid Nabi
Tradisi Bongkohan di Desa Sidoharjo Puring. (Foto: Dok. SM)

Masyarakat di pesisir selatan khususnya yang tinggal di sejumlah desa di Kecamatan Petanahan dan Puring memiliki tradisi unik untuk memeringati Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi yang dilaksanakan setiap tahun tepatnya pada 12 Rabiul Awal pada penanggalan hijriyah adalah makan bersama di pantai.

Tradisi turun temurun yang oleh masyarakat setempat disebut “Bongkohan” itu hingga saat ini masih dilestarikan oleh sebagian warga mulai dari Pantai Karanggadung hingga Pantai Suwuk. Akan tetapi yang masih sangat kental di Desa Karangrejo, Sidoharjo dan Waluyorejo.

Biasanya, sejak pukul 06.00 WIB warga bersama keluarga besarnya berduyun-duyun pergi ke Pantai. Masing-masing keluarga membawa bekal makanan berupa nasi dan lauk pauknya. Sesampai di pantai, mereka menggelar kain yang dijadikan sebagai alas.

Semua bekal dikeluarkan dan selanjutnya dimakan bersama-sama. Bekal yang dibawa setiap keluarga berfariasi karena mereka membawa sesuai dengan selera. Namun menu yang hampir pasti ada adalah ayam kampung, telur asin, mie, srundeng, dan rempeyek.

Baca Juga: Mengenal Cowongan Kebumen, Atraksi Kesenian yang Tergerus Zaman

Oleh warga, tradisi yang telah dilakukan secara turun temurun ini dimanfaatkan sebagai ajang berkumpul keluarga besar. Sebab, selain Lebaran, tidak setiap saat anggota keluarga besar bisa berkumpul apalagi makan bersama di pantai. Selesai makan, warga menikmati panorama pantai. Baru saat sinar matahari mulai menyengat sekitar pukul 09.00 WIB warga satu persatu kembali pulang.

Yang menarik, sebagian besar warga yang mengikuti tradisi ini masih mempertahankan cara-cara tradisional. Seperti saat makan tanpa menggunakan piring maupun sendok. Sebagian makan menggunakan wadah daun pisang. Akan tetapi, karena kesulitan mencari daun pisang, sebagai gantinya banyak yang sudah memakai kertas minyak pembungkus nasi. Bahkan ada pula yang mulai memakai wadah makanan dari plastik.

Memang seiring dengan kemajuan jaman, ada beberapa pergeseran, dahulu ada tradisi tukar menukar bekal. Tetapi sekarang sudah tidak lagi.

Tradisi ini wujud kecintaan umat Islam atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ini semacam perayaannya. Malam sebelumnya warga bersama-sama membaca sholawat di masjid maupun mushola.

  1. Tradisi Gebyag Cah Angon di Desa Entak
Maulid Nabi
Warga melakukan besem atau bakar gubuk pada tradisi Gebyag Cah Angon. (Foto: Dok. SM)

Warga Desa Entak, Kecamatan Ambal, Kebumen memiliki tradisi tahunan yang digelar setiap 12 Rabilul Awal pada penanggalan hijriyah yakni “gebyag cah angon”. Tradisi dimulai dengan arak-arakan sapi oleh pemiliknya. Sapi diarak mulai dari perkampungan hingga tempat acara berlangsung yakni di pinggir Pantai Pranji. Sebelum diarak setiap pemilik ternak (cah angon) mendandani sapi dengan berbagai aksesoris.

Setelah memarkir binatang ternak, para pemilik sapi kemudian ke Pantai Pranji. Di pantai para peternak makan bersama-sama bekal makanan yang mereka bawa. Oleh masyarakat Desa Entak, tradisi membawa bekal untuk dimakan bersama tersebut dinamakan entak-entik.

Selain pemilik sapi, warga yang tidak memiliki hewan ternak pun datang ke pantai dengan membawa bekal makanan. Bekal tersebut kemudian dimakan bersama keluarga.

Pos terkait