Peradaban Baru Post Covid-19

Rektor IAINU Kebumen Dr Imam Satibi MPdI. (Foto: Dok. Pribadi)

Oleh: Imam Satibi *

DALAM pengamatan fenomenal terdapat dua respon besar dalam mensikapi bencana non alam pandemi Coronavirus (Covid-19). Masyarakat terbelah dalam dua kelompok yakni fatalis dan kelompok progresif.

Secara garis besar kedua kelompok itu dapat tergambar dalam deskripsi berikut;

Pertama, kelompok yang mensikapi Coronavirus sebagai sebuah malapetaka. Kelompok ini umumnya bersifat fatalis dan mengembalikan urusan semata pada takdir Ilahi. Kelompok ini terkesan religius namun tidak siap hidup dengan risiko yang ada.

Kelompok ini banyak dimiliki oleh orang-orang agamawan tekstual dan umumnya juga kelompok zona nyaman yakni kelompok profesional dan praktisi. Kelompok ini sangat tidak biasa menghadapi zona tidak nyaman dan sangat tidak siap dengan perubahan yang terjadi.

Mereka hanya berharap krisis Corona segera berakhir dan dunia akan kembali seperti pra-Covid. Sehingga yang dilakukan lebih banyak pasrah dan menunggu.

Respon kedua adalah kelompok intrepreneurship yakni kelompok yang lebih memandang Covid-19 dari perspektif opportunity. Kelompok ini sibuk menyiapkan terobosan baru post covid-19 terutama dari perspektif bisnis.

Kelompok ini menilai bahwa Corona suatu tragedi yang menuntut dan memaksa perubahan peradaban baru yang memberikan peluang peluang baru post Covid-19. Post Covid merupakan era telah ditemukanya vaksin yang membebaskan manusia dari virus Corona.

Dunia akan menuntut suatu yang berbeda dengan zaman pra covid. Kelompok ini dimiliki anak muda yang kreatif yang terbiasa dengan think out the box atau zona tidak nyaman. Mereka berkeyakinan bahwa akan ada kompetisi besar dalam pasca covid terutama dalam sumber daya manusia, teknologi dan bisnis.

Paradigma Baru

Selain itu kelompok ini berasumsi bahwa derajat hidup manusia sangat peka terhadap keselamatan hidup dan pola hidup sehat serta pola pergaulan social distancing. Properti baru mendukung kebutuhan kenyamanan itu akan menjadi paradigma baru pola bisnis.

Demikian pola layanan menuntut segalanya lebih ketat dalam kualitas hidup. Semua akan dituntut bukan hanya kualitas standar dalam segala hal kehidupan sebagaimana pra Covid-19. Orang akan sangat selektif atau filter dalam berteman, memilih properti yang mendukung kehidupanya.

Gaya hidup yang berubah, cenderung individual, subyektif memaksa beralih dari panggung dan framing sosial yang semu ke eksistensi personality. Dari fenomena ini kita bisa mengambil hikmahya bahwa corona dipastikan berdampak tidak hanya perubahan sektor ekonomi melainkan eksistensi diri manusia.

Kelompok progresif akan cenderung bisa melewati krisis corona sesuai apa yang mereka proyeksikan. Kendati berdampak sistemik dan sosial bagi kelompok ini mampu diformulasikan dengan jawaban yang sesuai zamannya. Kelompok ini akan menjadi leader dalam kehidupan ketimbang kelompok pertama.

Pola pemikiran yang rasional, logis dan kuat dalam agama akan menghegemoni ke depan. Mereka selalu optimistis di balik covid-19 menyimpan optimisme baru yang harus disiapkan secara dini baik dari sisi konsep maupun model dan strategi.

Misalkan pendidikan post covid tentunya akan mengalami perubahan pada strategi belajar mengajar. Demikian dalam sektor keagamaan yang akan lebih menuntut kesolehan individual dan kontekstual. Dalam sektor ekonomi dipastikan akan mengalami perubahan model bisnis.

Kita harus mengakui bahwa di dunia ini hanya ada satu yang tidak berubah yakni perubahan itu sendiri. Perubahan merupakan kodrat sunatulloh yang tidak bisa dilawan. Perubahan itu merupakan suatu keniscayaan yang alamiah. Kita tidak perlu berlebihan berpangku pada eksistensi yang status quo terutama dalam tradisi pemikiran dan peradaban.

Semoga perubahan post covid berpihak ke kita semua. Amin Amin Ya Robbal ‘Alamin. (Dr H Imam Satibi MPdI adalah Rektor IAINU Kebumen)

Update Lainnya