PADA era 90-an, produksi sarang burung lawet di Kabupate Kebumen menjadi primadona. Kebumen dikenal sebagai salah satu daerah penghasil sarang lawet alami terbesar di Indonesia. Keberadaan sarang lawet di Gua Karangbolong pantai selatan menjadi bukti.
Bahkan sempat, hampir 10 persen pendapatan asli daerah (PAD) disumbang dari sarang lawet. Sehingga sampai hari ini, burung lawet menjadi ikon Kebumen. Selain burung lawet masuk dalam logo daerah, prosesi pengunduhan sarangnya juga diabadikan pada monumen khusus berupa Tugu Lawet sebagai landmark kota Kebumen.
Secara komersial produksi panen sarang burung lawet di habitat aslinya semakin menurun seiring dengan berkurangnya populasi burung. Dari sekian goa yang dahulu menjadi tempat lawet bersarang, saat ini hanya tinggal di Desa Karangduwur, Kecamatan Ayah yang masih dikelola pemerintah desa.
Produksi sarang burung lawet berkurang drastis dari tahun ke tahun. Panen terakhir hanya diperoleh 8 kilogram sarang burung lawet. Berkurangnya populasi burung lawet, disebabkan oleh banyak faktor. Selain masalah alam, yakni hutan yang gundul sehingga berdampak pada berkurangnya pakan satwa, faktor eksploitasi yang berlebihan tanpa memperhatikan kelestarian populasi burung lawet menjadi pemicu utamanya.
Pola memanen yang salah tanpa memperhatikan regenerasi memberi dampak buruk bagi kelestarian burung lawet. Misalnya memanen sarang burung lawet padahal saat itu masih ada anakan burung yang belum bisa terbang. Akibatnya banyak anakan burung yang mati.
Pemkab Kebumen juga menjadi turut andil dalam hal berkurangnya populasi lawet di habitat aslinya. Saat masih dikelola Pemkab Kebumen, pengelola mendapatkan beban target menyetor untuk pendapatan daerah. Bahkan saat ini, saat pengelolaan sudah diserahkan ke pemerintah desa, masih ada kewajiban menyetorkan pendapatan Rp 10 juta/tahun.
Meskipun bisa dibilang agak terlambat, namun mulai tumbuhnya kesadaran untuk meningkatkan kembali populasi burung lawet perlu diapresiasi. Seperti disampaikan oleh Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sengkuyung Makmur Desa Karangduwur, Kecamatan Ayah, Kebumen Sutiran, pengelola telah melakukan perubahan model pemetikan. Yakni mengurangi jadwal panen yang semula tiga bulan sekali menjadi enam bulan sekali panen. Harapannya, dengan cara itu kata dia, akan menambah populasi burung lawet.
Pihak mengelola juga mulai mengubah mindset, tidak sekadar mengandalkan penjualan hasil panen sarang burung lawet. Akan tetapi menjadikan rangkaian prosesi pengunduhan sarang burung lawet menjadi daya tarik wisata.
Tahun ini pihaknya merencanakan akan menjadikan pengunduhan sarang burung lawet menjadi sebuah festival. Dengan menjadikan sebagai atraksi wisata yang khas dan unik, harapannya pengunduhan sarang burung lawet akan berdampak ekonomi kepada masyarakat. (Foto: Rizal Alfian, Teks: Ondo S)
News & Inspiring