
KEBUMEN dengan Banjarnegara merupakan dua kabupaten yang bertetangga. Ibarat rumah yang bersebelahan tetapi saling membelakangi, Kebumen-Banjarnegara itu dekat secara bangunan tetapi jauh dilihat dari interaksi penghuninya.
Meskipun bertetangga, kedua warga kabupaten ini masih belum berinteraksi secara intens. Masing-masing jarang saling berkunjung karena akses yang menghubungkan kedua tetangga ini tidak mendukung.
Jalan utama yang menghubungan Kebumen-Banjarnegara adalah via Kecamatan Gombong-Sempor Kebumen dengan Kecamatan Mandiraja, Banjarnegara. Jalan provinsi ini kondisinya mulus, tetapi kurang strategis lantaran jaraknya yang jauh dari kota. Jadi harus memutar cukup jauh untuk sampai pusat kota.
Sebenarnya ada jalur terdekat yang menghubungkan dua pusat kota yakni via Karangsambung melalui Desa Giritirto, Kecamatan Karanggayam dengan Kecamatan Pagedongan Banjarnegara. Dari sisi Kecamatan Pagedongan, Banjarnegara sebenarnya jalan sudah mulus. Tetapi sesampai di perbatasan Kebumen jalan tidak layak dilalui kendaraan umum.
Bahkan beberapa waktu terakhir sering diberitakan adanya mobil yang terjebak di jalur tersebut. Dalam kasus ini, para pengendara yang melalui jalur tersebut menggunakan paduan aplikasi Google Map. Peristiwa terbaru adalah sebuah bus yang mengangkut rombongan terjebak pada malam hari di tengah hutan di perbatasan Kebumen-Banjarnegara, Sabtu 4 Januari 2020.
Meskipun sudah setengah perjalanan, pengendara terpaksa balik kanan. Sebab jika dipaksakan melalui jalur tersebut sangat membahayakan keselamatan.
Akses Buruk Tiga Dusun di Desa Giritirto Nyaris Terisolasi
Bertahun-tahun bupati silih berganti, tetapi jalan tembus Kebumen-Banjarnegara melalui Desa Giritirto masih saja dibiarkan merana. Jalur yang membelah perbukitan Lokidang itu lebih cocok menjadi jalur offroad ketimbang bertatus jalan kabupaten. Kendaraan dipastikan akan kandas jika melintas karena sebagian ruas jalan ambles cukup dalam.
Akibat kerusakan jalan yang sangat parah, terdapat tiga dusun di Desa Giritirto yakni Dusun Cempaka, Julek dan Pranji nyaris terisolasi. Mereka kesulitan mendapatkan akses pelayanan publik baik ekonomi, pendidikan, kesehatan. Bahkan warga kesulitan untuk mencapai pusat desa yang berjarak sekitar 6 kilometer.
Sebagian warga di tiga dusun itu merasa tidak lagi dianggap eksistensinya. Mereka bahkan pernah menyatakan ingin pindah menjadi warga Banjarnegara. Maklum anak-anak di dukuh tersebut memang memilih sekolah di Banjarnegara ketimbang di Kebumen.
Jalan di sepanjang Desa Wonotirto-Giritirto hingga Jembatan Mangir kondisinya sudah mulus karena telah diaspal hotmix. Tetapi setelah melintasi Jembatan Lokidang hingga Desa Banaran, Bajarnegara kondisinya terbalik 180 derajat.
Jalur tersebut tak lagi dibangun setelah rusak oleh truk pengangkut pasir Sungai Lukulo yang dibawa ke Banjarnegara. Jika memang demikian, kebijakan itu perlu ditinjau ulang. Karena membiarkan jalan itu rusak, sama saja menghilangkan potensi.
Membangun jalan tembus tersebut akan meningkatkan perekonomian warga Kebumen. Pembangunan jalur tersebut selaras dengan pembangun Jalur Lingkar Utara (Jalingkut) Kebumen.
Jika jalur Lokidang dibangun, Desa Giritirto yang terkenal dengan Kopi Gemplong itu tidak lagi menjadi ‘desa terluar’ melainkan menjadi gerbang masuk ke Kebumen
Selain Jalur Lokidang, jalan tembus Kebumen-Banjarnegara ruas Srisip-Sadang perlu dipercepat. Hanya saja dalam perjalannnya, proses pembangunan masih harus mengantongi ijin dari Perhutani. Bahkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo sendiri menilai pembangunan jalan tembus Banjarnegara-Kebumen ruas Srisip-Sadang masih butuh banyak usaha karena harus mengepras perbukitan.
Banyak harapan jika jalan tembus Kebumen-Banjarnegara dibangun. Tak sekadar perekonomian dua daerah yang akan meningkat. Kebumen dan Banjarnegara akan menjadi tetangga yang saling berhadapan. (Ondo Sp)
News & Inspiring